Setiap titik awal pengetahuan, temukan jawaban dan tambah wawasan.

Saturday, April 2, 2022

TRANSPLANTASI ORGAN PERSPEKTIF ISLAM

pixabay.com

Media islam saat ini tengah  memperbincangkan masalah transplantasi organ; hal tersebut dilakukan sebagai pengantar untuk sosialisasi undang-undang khusus yang mengatur transpalantasi ini baik yang didapatkan dari donor yang masih hidup maupun yang sudah mati. Tentu, sesuai dengan wasiat dari orang yang sudah mati atau dengan persetujuan ahli warisnya. Aparatur negara maupun institusinya mengatur masalah ini berdasarkan asas manfa'at dan maslahat.

Perkembangan yang terjadi inilah menimbulkan banyak spekulasi, baik dalam bidang kesehatan itu sendiri ataupun dalam lainnya. Hal ini tidak terlepas dari kritik dari bidang agama. Karena pada hakekatnya, agama pula yang menunjukkan hukum islam atas perkembangan tersebut. Bisa juga dijadikan sebagai pembinaan yang membentuk inovasi positif. 

Agama Islam memandang inovasi tersebut sebagai tindakan yang masih menimbulkan banyak pendapat dari para ahlinya. Sebagian Ulama menganggapnya sebagai tindakan mulia membantu sesama, tapi sebagian lagi ada yang berpendapat sebagai tindakan amoral yang merugikan salah satu pihak.  Lantas Untuk mengetahui kebenaran atas kesimpang-siuran berita mengenai transplantasi organ. Mana proses yang dianggap haram dan transplantasi halal. Dan sebagai acuan bagi masyarakat agar tidak menemukan kebingungan atas issue yang berkembang belum pasti.

A. Pengertian tranplantasi organ

Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menollong pasien dengan kegagalan organnya, karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dengan yang lain dan hingga dewasa ini terus berkembang dalam dunia kedokteran. Namun, tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja, karena  masih harus dipertimbangkan dari segi nonmedik, yaitu dari segi agama, hukum budaya, etika dan moral. Kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini dalam menetapkan terapi transplantassi adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related Donor, LRD) dan donasi donor organ jenazah, karena itu diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara para pakar terkait (hukum, kedokteran, sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat, pemerintah dan swasta).

Transplantasi organ adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.

Tranplantasi adalah perpindahan pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu.

B. Tranplantasi organ dalam perspektif islam 

1. Orang muslim yang masih hidup diperbolehkan mendermakan  atau mendonorkan. Ada   yang mengatakan   bahwa  orang muslim yang masih hidup diperbolehkan mendermakan  atau mendonorkan  sesuatu apabila  itu miliknya. Selain itu, seseorang tidak boleh memperlakukan  tubuhnya  dengan  semau sendiri  pada waktu  dia  hidup  dengan  melenyapkannya dan membunuhnya (bunuh  diri),  maka  dia  juga tidak boleh mempergunakan  sebagian  tubuhnya jika sekiranya menimbulkan mudarat buat dirinya.  

Tubuh merupakan titipan dari Allah dan manusia diberi wewenang   untuk    memanfaatkan    dan    mempergunakannya, Sebagaimana Firman Allah: 

آتاكُمْ الَّذي اللهِ مالِ مِنْ آتُوهُمْ وَ 

Artinya: dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu ..." (an-Nur: 33)

Sebagaimana seseorang memberikan hartanya kepada oang lain, maka diperkenankan juga seseorang itu memberikan sebagian tubuhnya untuk orang lain. Namun manusia tidak boleh memberikan seluruh tubuhnya bahkan mengorbankan dirinya untuk orang lain dari penderitaan yang sangat atau sengsara.

Didalam  kaidah syar'iyah ditetapkan bahwa mudarat itu harus dihilangkan sedapat mungkin. Untuk itu kita disyariatkan untuk  menolong  orang yang dalam keadaan tertekan/terpaksa, menolong  orang  yang  terluka,  bahkan menyelamatkan  orang  yang  menghadapi   bahaya, baik mengenai jiwanya maupun lainnya. Dan tidak diperkenankan pula seseorang melihat kesengsaraan orang  lain padahal ia mampu untuk menolongnya. Oleh karena itu apabila seseorang menolong seseorang dengan memberikan sebagaian tubuhnya agar orang itu selamat maka ia akan mendapatkan pahala bahkan dapat digolongkan sebagai suatu sedekah.

Orang hidup yang mendonorkan sebagian tubuhnya kepada orang lain bersifat muqayyad (bersyarat). Namun manusia tidak diperbolehkan mendonorkan tubuhnya yang membuat dirinya menjadi lebih sengsara (mendonorkan organ satu-satunya yang dimiliki dalam tubuhnya). Maka kaidah syar'iyah yang berbunyi:

"Dharar (bahaya,  kemelaratan,  kesengsaraan,  nestapa)  itu harus dihilangkan," dibatasi oleh kaidah lain yang berbunyi:

"Dharar  itu  tidak  boleh  dihilangkan  dengan  menimbulkan dharar pula."

Para   ulama   ushul   menafsirkan  kaidah  tersebut  dengan pengertian:  tidak   boleh menghilangkan   dharar   dengan menimbulkan   dharar   yang   sama  atau  yang  lebih  besar daripadanya.

Hal ini dimaksudkan bahwa seseorang tidak boleh mendonorkan tubuh bagian luarnya misal mata, hidung dll, yang menjadikan dirinya lebih buruk dari awalnya. Begitu pula dengan organ tubuh bagian dalam jika salah satu organ tidak berfungsi, dinyatakan bahwa orang tersebut memiliki satu organ, dan orang tersebut dilarang mendonorkan tubuhnya.

pixabay.com


2. Hak Suami melarang istrinya untuk donor 

Suami punya hak atas istrinya. Secara umum jika istri melakukan donor maka akan lebih lagi tanggungan yang akan diterima suami, misal biaya rumah sakit, perawatan khusus untuk istri, bahkan hak atas suami pun tidak akan terpenuhi. Oleh karena itu, , suami berhak melarang istri untuk tidak diperbolehkan mendonorkan tubuhnya.

Pendonoran organ hanya boleh dilakukan oleh orang dewasa dan berakal. Selain itu, orang gila dan anak kecil dilarang mendermakan tubuhnya meskipun itu atas nama wali karena mereka tidak mengerti.

3. Memberikan donor kepada orang non-muslim

Mendonorkan tubuh boleh dilakukan oleh seorang muslim kepada nonmuslim, tetapi tidak boleh diberikan kepada orang kafir harbi (kafir yang memerangi kaum muslim lewat perang pikiran dan berusaha merusak Islam) dan kaum murtad. 

Apabila ada dua orang yang membutuhkan bantuan  donor,  yang satu  muslim  dan  satunya  lagi nonmuslim, maka yang muslim itulah yang harus diutamakan. Allah berfirman:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ

Artinya: "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong  bagi sebagian yang lain ..." (atTaubah:71)

Jika keduanya sama-sama muslim maka yang lebih saleh yang didahulukan. Hal ini menunjukkan bahwa si pemberi donor telah membantunya  melakukan  ketaatan  kepada Allah  dan memberikan manfaat kepada sesama makhluk-Nya. Selain itu  kerabat atau tetangga harus diutamakan daripada yang lain untuk diberi bantuan, sebagaimana firman Allah:

 وَأُوْلُواْ الأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللّهِ

Artinya: "... Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah..." (al-Anfal: 75)

Juga diperbolehkan seorang muslim mendonorkan organ tubuhnya kepada orang   tertentu, sebagaimana ia juga boleh mendermakannya kepada suatu yayasan seperti bank yang khusus menangani  masalah  ini  (seperti bank mata).

3. Tidak diperbolehkan menjual organ tubuh

Organ tubuh itu tidak boleh diperjualbelikan. Karena jual beli itu sebagaimana dita'rifkan fuqaha adalah tukar-menukar harta secara suka rela, sedangkan tubuh manusia itu bukan harta yang dapat dipertukarkan dan ditawar-menawarkan sehingga organ tubuh manusia menjadi objek  perdagangan dan jual beli. Tetapi,  apabila  orang  yang memanfaatkan organ itu memberi sejumlah uang kepada donor  --tanpa  persyaratan  dan  tidak ditentukan   sebelumnya,   semata-mata  hibah,  hadiah,  dan pertolongan-- maka yang demikian itu hukumnya jaiz  (boleh), bahkan  terpuji dan termasuk akhlak yang mulia. Hal ini sama dengan pemberian orang yang  berutang  ketika  mengembalikan pinjaman    dengan    memberikan  tambahan    yang   tidak dipersyaratkan sebelumnya. Hal ini diperkenankan syara'  dan terpuji,  bahkan  Rasulullah saw. pernah melakukannya ketika beliau mengembalikan pinjaman (utang)  dengan  sesuatu  yang lebih baik daripada yang dipinjamnya seraya bersabda:

"Sesungguhnya sebaik-baik orang diantara kamu ialah yang lebih baik pembayaran utangnya." (HR Ahmad, Bukhari, Nasa'i, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)

4. Ada yang memperbolehkan dan tidak memperbolehkan  mewasiatkan organ tubuh setelah meninggal dunia

Seseorang boleh mewasiatkan organ tubuhnya untuk diberikan kepada orang lain setelah dirinya meninggal. Hal ini akan memberikan manfaat kepada orang lain tanpa menimbulkan mudharat bagi si pendonor. 

Umar r.a. pernah berkata kepada  sebagian sahabat mengenai beberapa masalah, "Itu adalah sesuatu yang bermanfaat bagi saudaramu dan  tidak  memberikan mudarat kepada dirimu, mengapa engkau hendak melarangnya?" Demikianlah kiranya yang dapat dikatakan kepada orang yang melarang masalah mewasiatkan organ tubuh ini. 

Ada yang mengatakan bahwa hal ini menghilangkan kehormatan mayit yang sangat dipelihara  oleh syariat Islam, Rasulullah saw. sendiri pernah bersabda:

"Mematahkan tulang mayit itu seperti mematahkan tulang orang yang hidup." 

Maksud dari hadits itu ialah larangan memotong-motong tubuh  mayit, merusaknya, dan mengabaikannya sebagaimana yang dilakukan kaum jahiliah dalam peperangan-peperangan bahkan sebagian dari mereka masih terus melakukannya hingga sekarang.

5. Hak wali  dan  ahli  waris  mendonorkan sebagian organ tubuh mayit

Seseorang yang telah meninggal dunia maka dia tidak dianggap layak memiliki sesuatu. Sebagaimana kepemilikan hartanya yang juga berpindah kepada ahli warisnya, maka mungkin dapat dikatakan bahwa  tubuh  si mayit  menjadi  hak wali atau ahli warisnya. Dan boleh jadi syara'  melarang  mematahkan  tulang  mayit   atau  merusak tubuhnya  itu  karena hendak memelihara hak orang yang hidup melebihi hak orang yang telah mati.

Disamping itu, Pembuat Syariat telah memberikan  hak  kepada wali untuk menuntut hukum qishash atau memaafkan si pembunuh ketika  terjadi  pembunuhan  dengan   sengaja,   sebagaimana difirmankan oleh Allah:  "... Dan barangsiapa dibunuh secara zhalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan."(al-Isra': 33)

Sebagaimana halnya ahli waris mempunyai hak melakukan  hukum qishash  jika  mereka menghendaki, atau melakukan perdamaian dengan menuntut pembayaran diat, sedikit atau  banyak, atau memaafkannya secara  mutlak  karena  Allah. Pemaafan  yang bersifat menyeluruh atau sebagian, seperti  yang  disinyalir oleh Allah dalam firmanNya: "... Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah(yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula) ..."(al-Baqarah: 178)

Maka tidak menutup kemungkinan bahwa mereka mempunyai  hak mempergunakan  sebagian organ tubuhnya, yang sekiranya dapat memberi manfaat kepada orang lain dan tidak memberi mudarat kepada si mayit. Bahkan mungkin dia mendapat pahala darinya, sesuai  kadar  manfaat  yang  diperoleh  orang  sakit yang membutuhkannya  meskipun si mayit tidak berniat, sebagaimana seseorang yang hidup itu mendapat pahala  karena  tanamannya dimakan oleh orang  lain, burung, atau binatang lain, atau karena ditimpa musibah, kesedihan,  atau  terkena  gangguan, hingga  terkena  duri  sekalipun seperti juga halnya ia memperoleh manfaat setelah  meninggal  dunia dari  doa anaknya  khususnya dan doa kaum muslim umumnya, serta dengan sedekah mereka  untuknya.  Dan  telah  disebutkan  bahwa sedekah  dengan  sebagian  anggota  tubuh  itu  lebih  besar pahalanya daripada sedekah dengan harta.

Dari penjelesan di atas bahwa tidak terlarang bagi  ahli waris mendonorkan sebagian organ tubuh mayit yang dibutuhkan oleh  orang-orang  sakit  untuk  mengobati  mereka,  seperti ginjal, jantung, dan sebagainya, dengan niat sebagai sedekah dari si mayit, suatu sedekah yang berkesinambungan pahalanya selama si sakit  masih  memanfaatkan organ yang didonorkan itu.

6. Mencangkokkan organ tubuh orang kafir kepada orang muslim

Adapun mencangkokkan  organ  tubuh  orang  nonmuslim  kepada orang  muslim  tidak  terlarang,  karena organ tubuh manusia tidak diidentifikasi sebagai  Islam  atau  kafir, ia  hanya merupakan alat bagi manusia yang dipergunakannya sesuai dengan akidah dan pandangan hidupnya.  Apabila  suatu  organ tubuh dipindahkan dari orang kafir kepada orang muslim, maka ia menjadi bagian dari wujud si muslim itu dan menjadi alat baginya untuk  menjalankan misi hidupnya, sebagaimana yang diperintahkan Allah Ta'ala. Hal ini sama dengan orang muslim yang  mengambil  senjata  orang  kafir  dan mempergunakannya untuk berperang fisabilillah.

Bahkan dikatakan bahwa organ-organ di dalam  tubuh  orang kafir  itu adalah muslim (tunduk dan menyerah kepada Allah), selalu bertasbih  dan  bersujud  kepada  Allah  SWT,  sesuai dengan  pemahaman yang ditangkap dari Al-Qur'an bahwa segala sesuatu  yang  ada di langit dan di bumi itu bersujud menyucikan Allah Ta'ala,  hanya saja kita tidak mengerti cara mereka bertasbih.

Kalau begitu, maka yang benar adalah bahwa kekafiran atau keislaman seseorang tidak berpengaruh terhadap organ tubuhnya termasuk terhadap hatinya (organnya) sendiri yang oleh Al-Qur'an ada yang diklasifikasikan sehat dan sakit, iman dan ragu, mati dan hidup. Padahal yang dimaksud  disini bukanlah  organ  yang  dapat diraba (ditangkap dengan indra) yang  termasuk  bidang  garap  dokter  spesialis  dan   ahli anatomi, sebab yang demikian itu tidak berbeda antara yang beriman dan yang kafir, serta antara yang taat dan yang bermaksiat.  Tetapi yang dimaksud dengannya adalah maknaruhiyahnya yang dengannyalah manusia merasa, berpikir, dan memahami sesuatu, sebagaimana firman Allah:

"... lalu mereka mempunysi hati yang dengan itu mereka dapat memahami ..." (al-Hajj: 46)

  "... mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)  ..." (al-A'raf: 17)

Dan firman Allah: "... sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis ..." (at-Taubah: 28)

Kata najis dalam ayat tersebut  bukanlah  dimaksudkan  untuk najis indrawi yang berhubungan dengan badan, melainkan najis maknawi yang berhubungan dengan hati dan akal(pikiran). Karena itu tidak terdapat larangan syara' bagi orang  muslim untuk memanfaatkan organ tubuh orang nonmuslim.

7. Tidak boleh mendonorkan buah pelir

Mendonorkan buah pelir ke seseorang tidak diperbolehkan. Ini berarti ia telah memindahkan karakternya kepada keturunannya. Hal ini dianggap semacam percampuran nasab yang dilarang oleh syara' dengan jalan apa pun. Karena itu diharamkannya perzinaan, adopsi dan pengakuan kepada  orang  lain  sebagai bapaknya,   dan   lainnya,   yang   menyebabkan   terjadinya percampuran keluarga atau kaum yang  tidak  termasuk  bagian dari  mereka.  

Demikian pula jika otak seseorang dapat  dipindahkan  kepada orang  lain,  maka  hal itu tidak diperbolehkan, karena akan menimbulkan percampuran dan kerusakan yang besar.


Kesimpulan

Pencangkokan (tranplantasi) ialah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa, harapan penderita untuk  bertahan hidupnya tidak ada lagi.

Ada 3 tipe transplantasi organ tubuh, yaitu donor dalam keadaan hidup sehat, dalam keadaan hidup koma atau diduga kuat akan meninggal segera, dan donor dalam keadaan mati. Tranplantasi organ tubuh itu termasuk masalah ijtihad, karena tidak terdapat hukumnya secara ekplisit di dalam Al  Quran dan as-Sunnah. 

Tujuan dari pencangkokan pada prinsipnya adalah untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik dengan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat. Jika tidak diganti dengan cara pencangkokan harapan untuk sehat tidak mungkin kembali atau harapan penderita untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.

Jika kita harus melakukan transplantasi organ, maka seharusnya memenuhi persyaratan-persyaratan yang tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan, baik dari pendonor maupun resipien. Serta harus memenuhi kaidah atau syarat-syarat islam


WALLAHU A'LAM

Share:

0 comments:

Post a Comment

Followers

BTemplates.com

Translate