pixabay.com |
Media islam saat ini tengah memperbincangkan masalah transplantasi organ; hal tersebut dilakukan sebagai pengantar untuk sosialisasi undang-undang khusus yang mengatur transpalantasi ini baik yang didapatkan dari donor yang masih hidup maupun yang sudah mati. Tentu, sesuai dengan wasiat dari orang yang sudah mati atau dengan persetujuan ahli warisnya. Aparatur negara maupun institusinya mengatur masalah ini berdasarkan asas manfa'at dan maslahat.
Perkembangan yang terjadi inilah menimbulkan banyak spekulasi, baik dalam bidang kesehatan itu sendiri ataupun dalam lainnya. Hal ini tidak terlepas dari kritik dari bidang agama. Karena pada hakekatnya, agama pula yang menunjukkan hukum islam atas perkembangan tersebut. Bisa juga dijadikan sebagai pembinaan yang membentuk inovasi positif.
Agama Islam memandang inovasi tersebut sebagai tindakan yang masih menimbulkan banyak pendapat dari para ahlinya. Sebagian Ulama menganggapnya sebagai tindakan mulia membantu sesama, tapi sebagian lagi ada yang berpendapat sebagai tindakan amoral yang merugikan salah satu pihak. Lantas Untuk mengetahui kebenaran atas kesimpang-siuran berita mengenai transplantasi organ. Mana proses yang dianggap haram dan transplantasi halal. Dan sebagai acuan bagi masyarakat agar tidak menemukan kebingungan atas issue yang berkembang belum pasti.
A. Pengertian tranplantasi organ
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menollong pasien dengan kegagalan organnya, karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dengan yang lain dan hingga dewasa ini terus berkembang dalam dunia kedokteran. Namun, tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja, karena masih harus dipertimbangkan dari segi nonmedik, yaitu dari segi agama, hukum budaya, etika dan moral. Kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini dalam menetapkan terapi transplantassi adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related Donor, LRD) dan donasi donor organ jenazah, karena itu diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara para pakar terkait (hukum, kedokteran, sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat, pemerintah dan swasta).
Transplantasi organ adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
Tranplantasi adalah perpindahan pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu.
B. Tranplantasi organ dalam perspektif islam
1. Orang muslim yang masih hidup diperbolehkan mendermakan atau mendonorkan. Ada yang mengatakan bahwa orang muslim yang masih hidup diperbolehkan mendermakan atau mendonorkan sesuatu apabila itu miliknya. Selain itu, seseorang tidak boleh memperlakukan tubuhnya dengan semau sendiri pada waktu dia hidup dengan melenyapkannya dan membunuhnya (bunuh diri), maka dia juga tidak boleh mempergunakan sebagian tubuhnya jika sekiranya menimbulkan mudarat buat dirinya.
Tubuh merupakan titipan dari Allah dan manusia diberi wewenang untuk memanfaatkan dan mempergunakannya, Sebagaimana Firman Allah:
آتاكُمْ الَّذي اللهِ مالِ مِنْ آتُوهُمْ وَ
Artinya: dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu ..." (an-Nur: 33)
Sebagaimana seseorang memberikan hartanya kepada oang lain, maka diperkenankan juga seseorang itu memberikan sebagian tubuhnya untuk orang lain. Namun manusia tidak boleh memberikan seluruh tubuhnya bahkan mengorbankan dirinya untuk orang lain dari penderitaan yang sangat atau sengsara.
Didalam kaidah syar'iyah ditetapkan bahwa mudarat itu harus dihilangkan sedapat mungkin. Untuk itu kita disyariatkan untuk menolong orang yang dalam keadaan tertekan/terpaksa, menolong orang yang terluka, bahkan menyelamatkan orang yang menghadapi bahaya, baik mengenai jiwanya maupun lainnya. Dan tidak diperkenankan pula seseorang melihat kesengsaraan orang lain padahal ia mampu untuk menolongnya. Oleh karena itu apabila seseorang menolong seseorang dengan memberikan sebagaian tubuhnya agar orang itu selamat maka ia akan mendapatkan pahala bahkan dapat digolongkan sebagai suatu sedekah.
Orang hidup yang mendonorkan sebagian tubuhnya kepada orang lain bersifat muqayyad (bersyarat). Namun manusia tidak diperbolehkan mendonorkan tubuhnya yang membuat dirinya menjadi lebih sengsara (mendonorkan organ satu-satunya yang dimiliki dalam tubuhnya). Maka kaidah syar'iyah yang berbunyi:
"Dharar (bahaya, kemelaratan, kesengsaraan, nestapa) itu harus dihilangkan," dibatasi oleh kaidah lain yang berbunyi:
"Dharar itu tidak boleh dihilangkan dengan menimbulkan dharar pula."
Para ulama ushul menafsirkan kaidah tersebut dengan pengertian: tidak boleh menghilangkan dharar dengan menimbulkan dharar yang sama atau yang lebih besar daripadanya.
Hal ini dimaksudkan bahwa seseorang tidak boleh mendonorkan tubuh bagian luarnya misal mata, hidung dll, yang menjadikan dirinya lebih buruk dari awalnya. Begitu pula dengan organ tubuh bagian dalam jika salah satu organ tidak berfungsi, dinyatakan bahwa orang tersebut memiliki satu organ, dan orang tersebut dilarang mendonorkan tubuhnya.
pixabay.com |
2. Hak Suami melarang istrinya untuk donor
Suami punya hak atas istrinya. Secara umum jika istri melakukan donor maka akan lebih lagi tanggungan yang akan diterima suami, misal biaya rumah sakit, perawatan khusus untuk istri, bahkan hak atas suami pun tidak akan terpenuhi. Oleh karena itu, , suami berhak melarang istri untuk tidak diperbolehkan mendonorkan tubuhnya.
Pendonoran organ hanya boleh dilakukan oleh orang dewasa dan berakal. Selain itu, orang gila dan anak kecil dilarang mendermakan tubuhnya meskipun itu atas nama wali karena mereka tidak mengerti.
3. Memberikan donor kepada orang non-muslim
Mendonorkan tubuh boleh dilakukan oleh seorang muslim kepada nonmuslim, tetapi tidak boleh diberikan kepada orang kafir harbi (kafir yang memerangi kaum muslim lewat perang pikiran dan berusaha merusak Islam) dan kaum murtad.
Apabila ada dua orang yang membutuhkan bantuan donor, yang satu muslim dan satunya lagi nonmuslim, maka yang muslim itulah yang harus diutamakan. Allah berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ
Artinya: "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain ..." (atTaubah:71)
Jika keduanya sama-sama muslim maka yang lebih saleh yang didahulukan. Hal ini menunjukkan bahwa si pemberi donor telah membantunya melakukan ketaatan kepada Allah dan memberikan manfaat kepada sesama makhluk-Nya. Selain itu kerabat atau tetangga harus diutamakan daripada yang lain untuk diberi bantuan, sebagaimana firman Allah:
وَأُوْلُواْ الأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللّهِ
Artinya: "... Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah..." (al-Anfal: 75)
Juga diperbolehkan seorang muslim mendonorkan organ tubuhnya kepada orang tertentu, sebagaimana ia juga boleh mendermakannya kepada suatu yayasan seperti bank yang khusus menangani masalah ini (seperti bank mata).
3. Tidak diperbolehkan menjual organ tubuh
Organ tubuh itu tidak boleh diperjualbelikan. Karena jual beli itu sebagaimana dita'rifkan fuqaha adalah tukar-menukar harta secara suka rela, sedangkan tubuh manusia itu bukan harta yang dapat dipertukarkan dan ditawar-menawarkan sehingga organ tubuh manusia menjadi objek perdagangan dan jual beli. Tetapi, apabila orang yang memanfaatkan organ itu memberi sejumlah uang kepada donor --tanpa persyaratan dan tidak ditentukan sebelumnya, semata-mata hibah, hadiah, dan pertolongan-- maka yang demikian itu hukumnya jaiz (boleh), bahkan terpuji dan termasuk akhlak yang mulia. Hal ini sama dengan pemberian orang yang berutang ketika mengembalikan pinjaman dengan memberikan tambahan yang tidak dipersyaratkan sebelumnya. Hal ini diperkenankan syara' dan terpuji, bahkan Rasulullah saw. pernah melakukannya ketika beliau mengembalikan pinjaman (utang) dengan sesuatu yang lebih baik daripada yang dipinjamnya seraya bersabda:
"Sesungguhnya sebaik-baik orang diantara kamu ialah yang lebih baik pembayaran utangnya." (HR Ahmad, Bukhari, Nasa'i, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)
4. Ada yang memperbolehkan dan tidak memperbolehkan mewasiatkan organ tubuh setelah meninggal dunia
Seseorang boleh mewasiatkan organ tubuhnya untuk diberikan kepada orang lain setelah dirinya meninggal. Hal ini akan memberikan manfaat kepada orang lain tanpa menimbulkan mudharat bagi si pendonor.
Umar r.a. pernah berkata kepada sebagian sahabat mengenai beberapa masalah, "Itu adalah sesuatu yang bermanfaat bagi saudaramu dan tidak memberikan mudarat kepada dirimu, mengapa engkau hendak melarangnya?" Demikianlah kiranya yang dapat dikatakan kepada orang yang melarang masalah mewasiatkan organ tubuh ini.
Ada yang mengatakan bahwa hal ini menghilangkan kehormatan mayit yang sangat dipelihara oleh syariat Islam, Rasulullah saw. sendiri pernah bersabda:
"Mematahkan tulang mayit itu seperti mematahkan tulang orang yang hidup."
Maksud dari hadits itu ialah larangan memotong-motong tubuh mayit, merusaknya, dan mengabaikannya sebagaimana yang dilakukan kaum jahiliah dalam peperangan-peperangan bahkan sebagian dari mereka masih terus melakukannya hingga sekarang.
5. Hak wali dan ahli waris mendonorkan sebagian organ tubuh mayit
Seseorang yang telah meninggal dunia maka dia tidak dianggap layak memiliki sesuatu. Sebagaimana kepemilikan hartanya yang juga berpindah kepada ahli warisnya, maka mungkin dapat dikatakan bahwa tubuh si mayit menjadi hak wali atau ahli warisnya. Dan boleh jadi syara' melarang mematahkan tulang mayit atau merusak tubuhnya itu karena hendak memelihara hak orang yang hidup melebihi hak orang yang telah mati.
Disamping itu, Pembuat Syariat telah memberikan hak kepada wali untuk menuntut hukum qishash atau memaafkan si pembunuh ketika terjadi pembunuhan dengan sengaja, sebagaimana difirmankan oleh Allah: "... Dan barangsiapa dibunuh secara zhalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan."(al-Isra': 33)
Sebagaimana halnya ahli waris mempunyai hak melakukan hukum qishash jika mereka menghendaki, atau melakukan perdamaian dengan menuntut pembayaran diat, sedikit atau banyak, atau memaafkannya secara mutlak karena Allah. Pemaafan yang bersifat menyeluruh atau sebagian, seperti yang disinyalir oleh Allah dalam firmanNya: "... Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah(yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula) ..."(al-Baqarah: 178)
Maka tidak menutup kemungkinan bahwa mereka mempunyai hak mempergunakan sebagian organ tubuhnya, yang sekiranya dapat memberi manfaat kepada orang lain dan tidak memberi mudarat kepada si mayit. Bahkan mungkin dia mendapat pahala darinya, sesuai kadar manfaat yang diperoleh orang sakit yang membutuhkannya meskipun si mayit tidak berniat, sebagaimana seseorang yang hidup itu mendapat pahala karena tanamannya dimakan oleh orang lain, burung, atau binatang lain, atau karena ditimpa musibah, kesedihan, atau terkena gangguan, hingga terkena duri sekalipun seperti juga halnya ia memperoleh manfaat setelah meninggal dunia dari doa anaknya khususnya dan doa kaum muslim umumnya, serta dengan sedekah mereka untuknya. Dan telah disebutkan bahwa sedekah dengan sebagian anggota tubuh itu lebih besar pahalanya daripada sedekah dengan harta.
Dari penjelesan di atas bahwa tidak terlarang bagi ahli waris mendonorkan sebagian organ tubuh mayit yang dibutuhkan oleh orang-orang sakit untuk mengobati mereka, seperti ginjal, jantung, dan sebagainya, dengan niat sebagai sedekah dari si mayit, suatu sedekah yang berkesinambungan pahalanya selama si sakit masih memanfaatkan organ yang didonorkan itu.
6. Mencangkokkan organ tubuh orang kafir kepada orang muslim
Adapun mencangkokkan organ tubuh orang nonmuslim kepada orang muslim tidak terlarang, karena organ tubuh manusia tidak diidentifikasi sebagai Islam atau kafir, ia hanya merupakan alat bagi manusia yang dipergunakannya sesuai dengan akidah dan pandangan hidupnya. Apabila suatu organ tubuh dipindahkan dari orang kafir kepada orang muslim, maka ia menjadi bagian dari wujud si muslim itu dan menjadi alat baginya untuk menjalankan misi hidupnya, sebagaimana yang diperintahkan Allah Ta'ala. Hal ini sama dengan orang muslim yang mengambil senjata orang kafir dan mempergunakannya untuk berperang fisabilillah.
Bahkan dikatakan bahwa organ-organ di dalam tubuh orang kafir itu adalah muslim (tunduk dan menyerah kepada Allah), selalu bertasbih dan bersujud kepada Allah SWT, sesuai dengan pemahaman yang ditangkap dari Al-Qur'an bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi itu bersujud menyucikan Allah Ta'ala, hanya saja kita tidak mengerti cara mereka bertasbih.
Kalau begitu, maka yang benar adalah bahwa kekafiran atau keislaman seseorang tidak berpengaruh terhadap organ tubuhnya termasuk terhadap hatinya (organnya) sendiri yang oleh Al-Qur'an ada yang diklasifikasikan sehat dan sakit, iman dan ragu, mati dan hidup. Padahal yang dimaksud disini bukanlah organ yang dapat diraba (ditangkap dengan indra) yang termasuk bidang garap dokter spesialis dan ahli anatomi, sebab yang demikian itu tidak berbeda antara yang beriman dan yang kafir, serta antara yang taat dan yang bermaksiat. Tetapi yang dimaksud dengannya adalah maknaruhiyahnya yang dengannyalah manusia merasa, berpikir, dan memahami sesuatu, sebagaimana firman Allah:
"... lalu mereka mempunysi hati yang dengan itu mereka dapat memahami ..." (al-Hajj: 46)
"... mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) ..." (al-A'raf: 17)
Dan firman Allah: "... sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis ..." (at-Taubah: 28)
Kata najis dalam ayat tersebut bukanlah dimaksudkan untuk najis indrawi yang berhubungan dengan badan, melainkan najis maknawi yang berhubungan dengan hati dan akal(pikiran). Karena itu tidak terdapat larangan syara' bagi orang muslim untuk memanfaatkan organ tubuh orang nonmuslim.
7. Tidak boleh mendonorkan buah pelir
Mendonorkan buah pelir ke seseorang tidak diperbolehkan. Ini berarti ia telah memindahkan karakternya kepada keturunannya. Hal ini dianggap semacam percampuran nasab yang dilarang oleh syara' dengan jalan apa pun. Karena itu diharamkannya perzinaan, adopsi dan pengakuan kepada orang lain sebagai bapaknya, dan lainnya, yang menyebabkan terjadinya percampuran keluarga atau kaum yang tidak termasuk bagian dari mereka.
Demikian pula jika otak seseorang dapat dipindahkan kepada orang lain, maka hal itu tidak diperbolehkan, karena akan menimbulkan percampuran dan kerusakan yang besar.
Kesimpulan
Pencangkokan (tranplantasi) ialah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa, harapan penderita untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Ada 3 tipe transplantasi organ tubuh, yaitu donor dalam keadaan hidup sehat, dalam keadaan hidup koma atau diduga kuat akan meninggal segera, dan donor dalam keadaan mati. Tranplantasi organ tubuh itu termasuk masalah ijtihad, karena tidak terdapat hukumnya secara ekplisit di dalam Al Quran dan as-Sunnah.
Tujuan dari pencangkokan pada prinsipnya adalah untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik dengan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat. Jika tidak diganti dengan cara pencangkokan harapan untuk sehat tidak mungkin kembali atau harapan penderita untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.
Jika kita harus melakukan transplantasi organ, maka seharusnya memenuhi persyaratan-persyaratan yang tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan, baik dari pendonor maupun resipien. Serta harus memenuhi kaidah atau syarat-syarat islam
WALLAHU A'LAM
0 comments:
Post a Comment