Pixabay.com |
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas individu atau kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi tertentu. Dalam mempengaruhi aktifitas individu untuk mencapai tujuan tertentu, seorang pemimpin menggunakan kekuasaan, kewenangan, pengaruh, sifat dan karakteristik, dan tujuannya adalah meningkatkan produktifitas dan moralitas kelompok.
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang menarik orang lain untuk melakukan sesuatu. Kekuasaan bersumber dari legitimasi, baik dan paksaan. Kewenangan merupakan hak formal untuk mengajak seseorang melakukan sesuatu. Sementara sifat dan karakteristik adalah ciri-ciri personal yang menyebabkan seseorang mampu mempengaruhi orang lain. Masing-masing sumber yang ditetapkan oleh seorang pemimpin tidak dapat dipisahkan secara tegas. Semuanya dapat membawa baik suksesnya maupun gagalnya kepemimpinan. Tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan. Karena kepala sekolah merupakan soerang pejabat yang profesional dalam organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini pengembangan profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga kompetensi guru tidak hanya berhenti pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga profesionalisme guru akan terwujud. Pendidikan adalah identik dengan investasi bernilai yang akan dapat melesatkan mutu dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan dalam 3 pembangunan. Semakin tinggi pendidikan dikenyam, semakin tinggi pula kualitas yang dimiliki suatu bangsa.SDM yang unggul akan tercetak dan terbangun oleh pendidikan yang baik.
Dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, batas-batas kekuasaan pemerintah pusat dan daerah perlu dirumuskan agar pendidikan tetap merupakan upaya pengembangan potensi manusia untuk mewujudkan individualitasnya. Kekuasaan dalam pendidikan dan kekuasaan negara bertemu dalam ruang edukatif. kedua kekuasaan tersebut harus memiliki titik tolak yang sama agar tidak saling berinterferensi .
A. Konsep-Konsep kekuasaan
1. Definisi Konsep Kekuasaan:
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. Gejala kekuasaan adalah gejala yang lumrah terdapat dalam setiap masyarakat, dalam semua bentuk hidup bersama. Manusia mempunyai bermacam-macam keinginan dan tujuan yang ingin sekali dicapai. Untuk itu dia sering memaksakan kemauannya atas orang atau kelompok lain. Hal ini menimbulkan perasaan pada dirinya bahwa mengendalikan orang lain adalah syarat mutlak untuk keselamatannya sendiri. Maka dari itu bagi orang banyak, kekuasaan itu merupakan sesuatu nilai yang ingin dimiliki. Kekuasaan sosial terdapat dalam semua hubungan sosial dan dalam semua organisasi sosial.
Kekuasaan sosial menurut Ossip K. Flechthein adalah “ Keseluruhan dari kemampuan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang kekuasaan”. Definisi yang diberikan oleh Robet M. MacIver adalah “ Kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia”. Kekuasaan sosial terdapat dalam semua hubungan sosial dan dalam semua organisasi sosial.
Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan (relationship), dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah (the ruler and the ruled); satu pihak yang memberi perintah, satu pihak yang mematuhi perintah. Tidak ada persamaan martabat, selalu yang satu lebih tinggi daripada yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam hubungan kekuasaan. Paksaan tidak selalu perlu dipakai secara gamblang, tetapi adanya kemungkinan paksaan itu dipakai, sering sudah cukup.
Setiap manusia sekaligus merupakan subyek dari kekuasaan dan obyek dari kekuasaan. Misalnya seorang presiden membuat undang-undang, tetapi disamping itu dia harus tunduk kepada undang-undang. Sumber kekuasaan terdapat dalam berbagai segi. Dia dapat bersumber dari kekerasan fisik, dapat juga bersumber pada kedudukan , pada kekayaan, atau kepercayaan, dan lain-lain.
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperolehatau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992). Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yg memerintah dan ada yg diperintah. Manusia berlaku sebagai subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada Undang-Undang (objek dari kekuasaan).
B. Hubungan Kekuasaan dan Pendidikan
Kekuasaan tidak terbatas dimiliki oleh pemerintahan diktator saja, tetapi telah memasuki dunia kebudayaan dan pendidikan. Proses pendidikan ternyata seringkali digunakan untuk memperkuat dan memperlemah resistensi demi kelanggengan struktur kekuasaan dengan mempertahankan ideologi dan hegemoni negara. Dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, batas-batas kekuasaan pemerintah pusat dan daerah perlu dirumuskan agar pendidikan tetap merupakan upaya pengembangan potensi manusia untuk mewujudkan individualitasnya. Kekuasaan dalam pendidikan dan kekuasaan negara bertemu dalam ruang edukatif. kedua kekuasaan tersebut harus memiliki titik tolak yang sama agar tidak saling berinterferensi .
Proses pendidikan yang sebenarnya adalah proses pembebasan dengan jalan memberikan kepada peserta didik suatu kesadaran akan kemampuan kemandirian, atau memberikan kekuasaan padanya untuk menjadi individu. Proses individualisasi hanya terjadi dalam tatanan masyarakat yang berbudaya.
Dari kacamata pendidikan dan melihat proses pendidikan yang menyeluruh disana terdapat suatu gerakan yang membawa kekuatan dan menggerakkan kebutuhan yang diminta masyarakat guna peningkatan taraf hidupnya. Tidak jarang kekuasaan-kekuasaan menyelimuti pendidikan di dalam berbagai bentuknya. Kekuasaan tersebut dapat berwujud objektif atau terang-terangan atau juga dapat berwujud subjektif atau secara tidak disadari telah mengarahkan kegiatan-kegiatan pendidikan yang dikenal sebagai “hidden curriculum”.
Ekspresi yang negatif dari kekuasaan dalam pendidikan dapat kita lihat misalnya dalam perubahan pendidikan pada masyarakat yang relative masih tertutup. Suatu penelitian tentang perubahan pendidikan dalam masyarakat Dayak menunjukkan bagaimana masyarakat yang semula berjalan dengan tenang di suatu rumah yang panjang dan dilaksanakan oleh suatu kelompok masyarakat yang tertutup yang boleh dikatakan dalam situasi masyarakat yang stabil mengalami perubahan-perubahan besar dengan masuknya teknologi informasi yang masuk melembas ke hutan-hutan yang terisolasi. Adanya perubahan pendidikan dalam keluarga telah merubah pola-pola pengaruh kekuasaan dari struktur yang ada di masyarakat dayak. Transformasi social yang terjadi dalam suatu keluarga berarti pergeseran kekuasaan yang dimiliki oleh “tua-tua” masyarakat dan beralih kepada kekuasaan informasi oleh teknologi informasi yaitu televise dan parabola.
Kekuatan media massa dalam masyarakat modern diakui oleh para pakar. Di daerah maju seperti kota-kota besar transformasi social menjadi sangat cepat sehingga proses pendidikan yang ada dalam keluarga mengalami perubahan yang revolusioner bahkan mengalami tekanan dan berbagai kekuasaan yang mempengaruhi keluarga, yaitu dari suatu keluarga yang tertutup menjadi keluarga yang terbuka. Tidak jarang norma-norma yang menguasai keluargamenjadi berubah.
Setelah kita melihat gambaran pendidikan dan kekuasaan yang melibatkan seluruh aspek manusia, maka timbul pertanyaan dari kita apakah kekuasaan mempunyai tempat dalam pendidikan. Ada kaitan erat antara pendidikan dan kekuasaan. Justru karena adanya proses kekuasaan itulah terjadi proses pendidikan. Hanya masalahnya ialah, apakah kekuasaan itu sesuai dengan arah dan proses pendidikan yang sebenarnya atau tidak? Marilah kita melihat arti yang hakiki antara kekuasaan dan pendidikan.
Pengertian kekuasaan dalam pendidikan rupanya mempunyai konotasi yang berbeda dengan pengertian kekuasaan sebagaimana yang kita lihat dari kehidupan sehari-hari. Dapat kita bedakan antara jenis kekuasaan: 1) kekuasaan yang transformatif; 2) kekuasaan yang berfungsi sebagai transmitif.
Kekuasaan dalam pendidikan adalah bentuk kekuasaan yang transformative. Tujuannya adalah dalam proses terjadinya hubungan kekuasaan tidak ada bentuk subordinasi antara subjek dengan subjek yang lainnya. Kekuasaan yang transformative bahkan membangkitkan refleksi, dan refleksi tersebut menimbulkan aksi orientasi yang terjadi dalam aksi tersebut merupakan aksi orientasi yang advokatif.
Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam sistem sosial politik di setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.Keduanya satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi. Lembaga- lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat di negara tersebut, begitupun sebaliknnya. Hubungan erat dan dinamis antara pendidikan dan politik di setiap negara ialah realitas empiris yang telah terjadi sejak awal perkembangan peradapan manusia menjadi perhatian para ilmuan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga pendidikan merupakan salah satu konstitusi politik. Peranan yang dimainkan oleh masjid-masjid dan madrasah-madrasah dalam mengkokohkan kekuasaan politik para penguasa dapat dilihat dalam sejarah. Di lain pihak, ketergantungan kepada ulurang tangan para penguasa secara ekonomis, membuat lembaga-lembaga tersebut harus sejalan dengan nuansa politik yang berlaku (Rasyid, 1994: 6)
Kedudukan politik didalam Islam sama pentingnya dengan pendidikan. Tanpa otoriras politik, syariat Islam sulit bahkan mustahil untuk ditegakan. Kekuasaan adalah sarana untuk mempertahankan syiar Islam. Pendidikan bergerak dalam usaha menyadarkan umat untuk menjalankan syariat. Umat tidak akan mengerti syariat tanpa pendidikan. Bila politik (kekuasaan) berfungsi mengayomi dari atas, maka pendidikan melakukan pembenahan lewat arus bawah (Rasyid,1994: 15).
Kutipan di atas menegaskan bahwa hubungan antara politik dan pendidikan di dalam Islam tampak demikian erat. Perkembangan kegiatan-kegiatan kependidikan banyak dipengaruhi oleh para penguasa dan para penguasa memerlukan dukungan institusi-intstitusi pendidikan untuk membenarkan dan mempertahankan kekuasaan mereka.
C. Peran Negara dalam Pembangunan Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945. Demikian pula dalam Amandemen ke-IV undang-undang dasar tersebut lebih diperjelas mengenai penyelenggaraan pendidikan yang merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan negara.
Peran Negara dalam Pendidikan tidak dapat dipisahkan dalam proses pendidikan, sejak Plato maupun pakar pendidikan dalam kehidupan negara-negara modern, negara merupakan suatu unit berdasarkan kekuasaan. Michael W. Apple di dalam bukunya yang terkenal Education and Power, 1985. Menjelaskan bahwa politik kebudayaan suatu negara disalurkan melalui lembaga-lembaga pendidikan.
Pemerintah memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak Indonesia, utamanya mulai dari ketersediaan sarana dan prasarana minimal berupa gedung sekolah yang layak, hingga sampai pada ketersediaan berbagai fasilitas pendukung pendidikan lainnya. Bagi sekolah-sekolah yang berada di perkotaan, sekolah yang rusak berat dan masih belum direhabilitasi sangat banyak ditemui, apalagi di daerah-daerah terpencil di Indonesia. Dengan kata lain, sekolah-sekolah diperkotaan saja kondisinya masih demikian, apalagi di pelosok Indonesia.
Selain ketersediaan sarana dan prasarana fisik dan berbagai fasilitas pendukung pendidikan lainnya yang masih terbatas dan belum menjangkau seluruh wilayah NKRI, kurikulum pendidikan dasar pun menjadi permasalahan. Kurikulum yang seringkali berubah seiring dengan pergantian rezim pemerintahan menyebabkan anak-anak usia sekolah dasar menjadi korbannya. Anak-anak usia sekolah dasar merupakan anak-anak yang mind set berfikirnya belum terbentuk, anak-anak tersebut masih dalam tahap amati dan tiru, belum sampai tahap modifikasi. Selain itu, beban kurikulum yang berat menyebabkan anak-anak kehilangan kreativitasnya karena hanya dibebani dengan mata pelajaran yang terkonsep dan berpola baku secara permanen. Artinya, apa yang di dapat di sekolah, itulah yang ada pada dirinya, tanpa kecuali.
Pemerintah harus menyadari bahwasannya anak-anak merupakan investasi masa depan sebuah bangsa. Merekalah yang kelak akan mengisi ruang-ruang proses berbangsa dan bernegara. Wajar saja ketika banyak orang menyerukan bahwa anak adalah bibit-bibit atau tunas yang harus diperhatikan dan dirawat dengan baik. Merekalah pewaris masa depan, tulang punggung dan harapan bangsa dan negara ada di pundak mereka. Namun, harapan itu ternyata masih membentur tembok yang sangat besar. Ternyata masih banyak di temukan anak-anak kurang mampu harus berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya. Sering dijumpai bahwa anak-anak Indonesia harus dipaksa mengemis demi menghidupi keluarga, melakukan tindak kriminal dan terlantar karena ketimpangan ekonomi. Tidak jarang pula anak-anak seringkali menghadapi bentuk-bentuk kekerasan baik fisik maupun non fisik. Padahal, anak-anak Indonesia harusnya berada di rumah, belajar dengan baik dan menikmati tugas-tugas bagi tumbuh kembang diri mereka. Disinilah peran pemerintah harus ditingkatkan dalam rangka peningkatan pendidikan anak-anak Indonesia.
Pendidikan Karakter merupakan proses pemberian tuntunan peserta/anak didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Peserta didik diharapkan memiliki karakter yang baik meliputi kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan sehat, peduli, dan kreatif.
Pemerintah melalui Kemendiknas meluncurkan sebuah program pendidikan, yang dikenal dengan Pendidikan Karakter. Dominasi ranah kognitif dan psikomotorik harus dikurangi, ranah afektif sudah seharusnya menjadi fokus utama. Sehingga terbentuklah manusia-manusia yang berkarakter luhung, berbudi pekerti tinggi. Manusia-manusia seperti inilah yang diharapkan mampu membawa bangsa Indonesia menjadi jauh lebih baik, menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya tinggi.
Pendidikan karakter dibutuhkan untuk mencegah setiap perbuatan-perbuatan yang tidak baik yang dapat merusak pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, semua peran sangat dibutuhkan untuk memajukan sistem pendidikan di Indonesia agar pendidikan di Indonesia mengalami pemerataan, peningkatan dan perubahan yang signifikan. Pendidikan Karakter bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang hal yang baik dan buruk, kemudian membuat hal yang baik menjadi suatu kebiasaan. Budaya ini harus dipelihara agar pendidikan di Indonesia berkembang dan bisa menjadi daya saing bagi pendidikan lainnya secara global.
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia dan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka Pemerintah telah berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi kenyataan belum cukup dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
D. Kesimpulan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.
Kekuasaan tidak terbatas dimiliki oleh pemerintahan diktator saja, tetapi telah memasuki dunia kebudayaan dan pendidikan. Proses pendidikan ternyata seringkali digunakan untuk memperkuat dan memperlemah resistensi demi kelanggengan struktur kekuasaan dengan mempertahankan ideologi dan hegemoni negara.
Peran Negara dalam Pendidikan tidak dapat dipisahkan dalam proses pendidikan, sejak Plato maupun pakar pendidikan dalam kehidupan negara-negara modern, negara merupakan suatu unit berdasarkan kekuasaan. Michael W. Apple di dalam bukunya yang terkenal Education and Power, 1985. Menjelaskan bahwa politik kebudayaan suatu negara disalurkan melalui lembaga-lembaga pendidikan.
F. Sumber;
Sirozi, Muhammad. Politik Pendidikan . Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2005
Tilaar. Kekuasaan dan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta: 2009
Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: 2002
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta:1992
Rasyid. Statistika Sosial. Jakarta: 1994
Abdullah Khozin Afandi. Konsep Kekuasaan Michel Faucault. Jakarta: 2015
http://isomfuadifikri.blogspot.com/2012/07/hubungan-pendidikan-dan-kekuasaan-pada.html. Diaskes pada tanggal 28 september 2013
0 comments:
Post a Comment